Feeds:
Posts
Comments

Archive for April, 2007

Brownies Kukus

Isteriku minta dicariin resep tentang brownies kukus, setelah keluar masuk beberapa url dan blog, aku nemuin nih resep yang katanya sih resep Ny.Liem. Yang jadi penasaran karena di blog itu ada promosinya gini “
Setelah mencoba macam2 resep brownies kukus, resep Ny. Liem inilah yang menurutku paling oke 🙂 lembutttt banget gitu lho..”. Ah..aku ngga’ tahu siapa tuh Ny.Liem, lagian itukan pasti pavoritnya ibu-ibu yang suka bikin kue, pokoknya cobain aja deh nih resep…..ee…taunya emang bener lho setelah dibuat oleh Nyonyaku eunaaak kayak yang dibeli di Bandung itu. Lumayan ngga’ usah pesan ke Bandung lagi kalau lagi pingin….tinggal kukus aja sendiri…

Resepnya katanya begini,
Ingredients:
Telur 6 butir
Gula 225 gram
Vanili secukupnya
Garam secukupnya
Emulsifier 1/2 sdt teh
Terigu 125 gram, ayak, aduk rata dg coklat bubuk
Coklat bubuk 50 gram, ayak, aduk rata dg terigu
Minyak 175 ml
Dark Cooking Cokelat 100 gram, lelehkan, campur dg minyak

Susu Kental Manis (SKM) 75 ml

Directions:
Kocok telur dan gula hingga mengembang, masukkan campuran tepung terigu dan cokelat bubuk. Aduk perlahan hingga rata. Masukkan campuran minyak dan DCC, aduk hingga rata. Sisihkan sepertiga bagian adonan, beri SKM, aduk rata.

Bagi 2 adonan tanpa SKM, bagian I kukus selama 10 menit, tambahkan adonan dg SKM selama 10 menit, terakhir masukkan adonan sisa tanpa SKM, lanjutkan mengukus selama kurang lebih 20 menit. Angkat.

Read Full Post »

SUATU hari di tahun 638M, Uskup dari Yerusalem mengumumkan bahwa seorang pemimpin besar Islam, ‘Umar bin Khattab, akan datang untuk menandatangani perjanjian damai dan perlindungan khalifah bagi kota suci Yerusalem. Maka seluruh penduduk Yerusalem pun tumpah ruah di gerbang kota. Tua dan muda, laki-laki dan perempuan tampak bersiap menanti arak-arakan kunjungan kenegaraan yang akan tiba, untuk melihat, menyambut dan mengucapkan selamat datang kepada khalifah yang terkenal karena keadilannya itu. Namun arak-arakan yang diharapkan itu tidak ada. Di cakrawala mereka hanya melihat dua orang yang sederhana bersama seekor unta yang kelelahan. Salah seorang dari mereka duduk di atas punggung unta, dan yang lainnya berjalan kaki sambil menuntun untanya. Mengira bahwa khalifah pastilah yang duduk di punggung unta, segera seluruh penduduk kota berlarian menyongsong dan menyalami sang penunggang unta untuk menyambutnya, tapi… nanti dulu. “Aku bukanlah Khalifah Islam yang kalian nantikan. Aku hanyalah pengawalnya,” penunggang unta itu mencoba menjelaskan. Dalam melewati perjalanan jauh dari Damaskus ke Jerusalem, ‘Umar menghargai pengawalnya dengan bergantian menaiki unta mereka. Pada saat menjelang tiba di gerbang kota, merupakan giliran ‘Umar a.s. lah yang berjalan menuntun unta. Semua orang takjub dengan pribadi sang pemimpin besar Islam itu. Saat tiba waktu shalat, sang Uskup mengajak ‘Umar ke sebuah gedung yang indah dan mempersilahkan ‘Umar shalat di sana. Menyadari bahwa gedung itu tempat suci orang Kristen, ‘Umar memilih shalat di depan pintu gereja. Mengapa? Haramkah shalat di sana? “Jika saya shalat di tempat suci kalian,” demikian kata ‘Umar kepada sang Uskup setelah selesai shalat, “para pengikut saya yang tidak mengerti dan orang-orang yang datang ke sini di masa yang akan datang akan mengambil alih bangunan ini kemudian mengubahnya menjadi masjid, hanya karena saya pernah shalat di dalamnya. Mereka akan menghancurkan tempat ibadah kalian. Untuk menghindari kesulitan ini dan supaya gereja kalian tetap sebagaimana adanya, maka saya shalat di luar.” Jerusalem adalah kota suci agama-agama besar. Tanahnya telah dibasahi dan disuburkan oleh ribuan darah manusia —sejak abad ke 20 SM hingga sekarang, abad ke-20 M— yang berperang atas nama agama dan berpindah tangan berkali-kali. Namun dengan kuasa cinta, mereka dengan suka cita masuk kekuasaan Islam ditangan seorang ‘Umar, pengawalnya dan seekor unta, sebagaimana Ibrahim a.s diterima Melchizedek, Raja Salem (Jerusalem) pada tahun 1900 SM. Memuji Allah sambil menghancurkan orang lain bukanlah jihad. Mengapa Dia mengirimkan para Nabi dan Rasul jika Dia bertindak seperti itu? Rasulullah Muhammad saw sendiri diutus bukannya untuk memusnahkan manusia; dia diutus dengan kebijaksanaan yang dapat menunjukkan kepada manusia bagaimana ia mengalahkan kejahatannya sendiri. Dan jika umatnya telah mampu mengikis habis sifat-sifat jahat dalam dirinya, maka tidak akan ada lagi permusuhan dan perbedaan di antara manusia: semuanya sama, anak cucu Adam a.s, makhluk Tuhan. Matahari tidak pernah memilih kepada siapa dia curahkan sinarnya, bulan tidak pernah memilih kepada siapa dia usapkan kelembutannya, mengapa kita harus memilih memberikan kasih sayang kepada sesama? Jika kita menerima dan memahami Islam, maka kita tidak akan menganggap siapapun sebagai musuh.  Kita tidak akan lagi melihat perbedaan apapun dan membuat pertentangan, apalagi melakukan ‘takfirisme’ (mengkafirkan orang lain) kepada sesama muslim. Allah memberikan payung perahmatan Islam ini bukan hanya kepada umat Islam, tapi kepada manusia bahkan seluruh alam semesta. Islam bukanlah agama untuk pertentangan, peperangan dan kehancuran, jika ada yang demikian tentulah bukan ajaran Islam. Islam adalah rahmatan lil-’âlamîn. Ajarannya bukanlah untuk mementingkan (ego) diri sendiri, golongan sendiri, agama atau manusia, tapi bukan pula untuk tidak memiliki kepentingan. Ajarannya adalah untuk mencurahkan kasih sayang, keselamatan dan kedamaian kepada seisi alam semesta. Untuk merahmati alam semesta. Islam hanya memandang yang Satu; satu keadilan, keimanan, kebijakan dan kebenaran untuk apa dan siapa saja. Itulah yang dikatakan Uskup kepada ‘Umar saat memberikan kunci Kota Suci Jerusalem. Namun dia kemudian bertanya, “Tetapi berapa lamakah kunci itu akan tetap di tanganmu? Kapankah tempat suci ini akan kembali kepada kami?”. Jawab ‘Umar, “Hari ini, tempat ini memang telah beralih kepada kami. Dengan empat sifat; keimanan, kebijakan, keadilan dan kebenaran, kota ini beralih pada kami. Selama empat sifat itu dimiliki dan diamalkan kaum muslimin, maka mereka akan mempertahankan kota ini. Tetapi jika sifat-sifat itu terpisah dari Islam, maka tempat ini akan berpindah tangan sekali lagi.” ‘Umar kemudian melanjutkan, “Ketika hal itu terjadi (perpindahan tangan Jerusalem), kaum muslimin seakan tepung dalam adonan dan yang merebutnya hanyalah sedikit garam”. Perkataan ‘Umar terbukti benar adanya. Selama umat Islam memiliki keempat sifat ini dan hidup dalam kasih sayang dan memberikan ketentraman kepada orang lain, kedamaian akan ditemukan dalam Islam. Namun apabila keadilan ini berubah, keadilan akan hilang, maka tibalah saatnya kita tidak menemukan kedamaian dalam Islam dan di dunia. Rasa kasih sayang dan perdamaian adalah kekuatan Islam, yang akan memberikan kekuatan dan kedamaian pada seluruh dunia. Inilah yang menaklukan dunia: dengan menaklukan hati dengan cinta. Pedang tidak akan menaklukan dunia; cinta lebih tajam dari pedang. Cinta itulah pedang agung nan lembut; pedang hanyalah ilusi ego dan kekuasaan. Dan rahmat-Nya pun mendahului murka-Nya. Hamba mohon ampunan-Mu. Hamba mohon pertolongan dan rahmat-Mu

Read Full Post »

Pernah ke hutan atau taman kera di Bali? Atau kalau ke Bali kan ada tempat yang buanyak sekali keranya. Apa yg akan terjadi kalau kita jalan-jalan ke sana? Peringatan buat pengunjung: hati-hati dengan barang berharga anda. Biasanya kera-kera itu akan mencuri barang-barang berharga kita sperti jam tangan, kacamata, anting-anting, tas, dll. Dia akan mencuri kesempatan setiap kita lengah, mengambil barang-barang tersebut, dan membawanya lari naik ke pohon. Tapi semua diambil. Diacak-acak. Abis itu dibuang. Padahal kera itu tidak butuh itu semua, dia hanya butuh pisang.Kera-kera itu adalah pikiran kita sendiri. Betapapun berharga sesuatu disampaikan ke dalam diri kita, tentu akan diacak-acak oleh pikiran kita. Coba saja kalau kita memahami tulisan hikmah dari sebuah sumber dengan pikiran kita, bukan dengan hati. Kita mungkin akan menemukan buanyak sekali hal yg belum pernah pikiran ketahui, sehingga akan diacak-acak. Pikiran akan merasa lebih hebat dengan selalu membawa dalih sumber yg dia yakini. Itulah pikiran kita, itulah kera-kera di Bali itu. Jadi, biar selamat, kita harus jaga baik-baik perhiasan kita. Kita sembunyikan agar mereka tidak bisa mengacak-acaknya. Agar barang berharga itu menjadi bermanfaat buat diri.

Ingin mengetahui aksi para kera itu? Mudah sekali. Ketika sholat sendiri di tengah malam, perhatikan berapa sering pikiran melintas, membawa bayangan ini itu, mengikuti cabang-cabang bayangan tersebut ke sana dan kemari, hingga kita menjadi “lost in a jungle of mind”.

Pikiran ini tidak bisa dibunuh, kecuali kita sudah meninggal. Yang bisa dilakukan adalah menjinakkan dan menundukkan. Kera-kera itu jika jinak maka dia akan berlaku seperti yang diajarkan oleh manusia kepadanya. Pikiran juga demikian. Jika dia sudah jinak, maka dia akan bekerja sesuai dengan petunjuk dari Cahaya Yang Menjinakkannya.

Maka tatkala mereka bersikap sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan kepadanya: “Jadilah kamu kera yang hina.” (Al-A’raaf: 166)

Sifat kera ini di Al-Quran dihubungkan dengan sikap sombong pada diri manusia. Kesombongan itu berasal dari unsur-unsur dunia, unsur penciptaan, yang terkandung dalam unsur bumi, angin, air, dan api. Makanan yang kita makan, mengandung unsur-unsur ini, karena fisik kita membutuhkannya. Dan pikiran kita, karena terbentuk dari unsur-unsur tersebut, tak akan lepas dari sifat unsur pembentuknya, yang salah satunya adalah kesombongan, egoisme, keakuan, perasaan paling benar pendapat dan pemikirannya.

Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan setan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)”. (Al-A’raaf: 20)

Melalui pikiran inilah bisikan-bisikan jahat dari setan atau kualitas setan dalam diri kita melintas. Kualitas-kualitas setan tersebut menjadi satu dan menjadi besar dalam diri kita karena kesalahan dan dosa-dosa yang kita lakukan. Sedikit demi sedikit membuat kualitas itu makin kuat. Sehingga kapan pun kualitas itu akan melintas melalui pikiran kita untuk menarik perhatian kita kepada pandangan terhadap Allah.

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (Al-Baqoroh: 34)

Si embahnya kualitas setan, yaitu Iblis, dalam Al-Quran juga dijelaskan sebagai sosok yang takabur. Ketika kualitas ini ada dalam diri manusia, maka sebenarnya dia sudah menyandang kualitas iblis. Tidak peduli berapa tinggi keimanan dan kesolehan manusia, jika dia takabur, maka kualitas Iblis tengah berdiri tegak di belakangnya. Bukankah Iblis adalah ciptaan yang paling tinggi derajatnya dibanding malaikat-malaikat yang lain pada saat Adam diciptakan? Namun ketakaburannya telah membawa dia kepada jalan yang salah.

Ketakaburan, salah satu kualitas utama iblis ini, menjadikannya termasuk dalam golongan orang kafir. Kafir artinya tertutup. Tertutup hatinya dari kebenaran dikarenakan ketakaburan. Sehingga, jika ada istilah kafir, maka itu merujuk pada Iblis atau kualitas iblis, kualitas syetan, yang menutup pandangan terhadap kebenaran karena ketakaburan. Dan itu ada dalam diri setiap manusia, beragama apapun dia. Jika kita takabur, merasa benar, merasa soleh, merasa jadi orang baik, sehingga memandang lebih rendah yang di luar diri kita, maka saat itu kualitas kafir sedang berdiri di belakang kita. Tidak perlu menunjukkan jari kepada orang lain ketika bicara tentang kekafiran, karena kekafiran itu bersembunyi dalam nafsu dan pikiran kita.

Begitu lihainya kualitas iblis menyelinap, sehingga mendorong manusia untuk berbuat dosa. Ini seperti telah dilakukan oleh Iblis kepada Nabi Adam dan Hawa, yang kemudian mereka berdoa kepada Allah mohon diselamatkan.

Keduanya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”. (Al-A’raaf: 23)

Dan hanya karena ampunan dan rahmat dari Allah saja, bukan karena yang lain-lain, kita akan selamat. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana agar kita mendapat ampunan dan rahmat dari Allah? Apa yang Allah sukai dari hambaNya, sehingga Dia akan berikan itu semua?

Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka”. (Al-Hijr: 39-40)

Merekalah para mukhlisin, orang-orang yang ikhlas, yang tak akan terpengaruh oleh bisikan kualitas setan. Pertanyaan selanjutnya: ikhlas ini ada di mana? Siapa yang bekerja di balik keikhlasan itu? Hati, pikiran, nafsu, atau perasaan?  ( http://ismailfahmi.org/wp/archives/154 )

Read Full Post »

True Love

Seorang bijak berkata kepadaku, “Anakku, mari kita bicara tentang cinta. Cinta apa yang kau miliki?” Merasa diri ini memang belum paham apa makna cinta yang sebenarnya, maka aku dengarkan baik-baik setiap wisdom yang menyemburat seperti cahaya. Anakku, kamu harus membuka hatimu lebar-lebar agar bisa menangkap esensi cinta yang akan aku sampaikan. Simpan pertanyaanmu nanti, karena setiap pertanyaan itu terlahir dari akal. Seperti langit, akal melayang tinggi di atas bumi tempatmu berpijak. Dan kau pun akan jauh dari hati pijakanmu, satu-satunya titik yang mampu menangkap esensi cinta. Lihat batang bunga mawar itu. Dia punya potensi untuk mempersembahkan bunga merah dan harum yang semerbak. Namun jika batang itu tak pernah ditanam, tak akan pernah mawar itu menghiasi kebunmu. Maka, hanya dengan membuka diri untuk tumbuhnya akar dan daun lah, batang mawar itu akan melahirkan bunga mawar yang harum. Demikian juga dengan hatimu, anakku. Kau harus membukanya, agar potensi cinta yang terkandung di dalamnya bisa merekah, lalu menyinari dunia sekitarmu dengan kedamaian. Anakku, begitu sering kau bicara cinta. Cinta kepada istri, cinta kepada anak, cinta kepada agama, cinta kepada bangsa, cinta kepada filosofi, cinta kepada rumah, cinta kepada kebenaran, cinta kepada Tuhan… Apakah isi atau esensi dari cintamu itu? Kau bilang itu cinta suci, cinta sejati, cinta yang keluar dari lubuk hati yang paling dalam, cinta sepenuh hati, cinta pertama, … Apakah benar begitu, anakku? *** Mungkin di kampung kau punya seekor kuda. Begitu sayangnya kau pada kuda itu. Setiap hari kau beri makan, minum, kau rawat bulunya, kau bersihkan, kau ajak jalan-jalan. Seolah kuda itu telah menjadi bagian dari hidupmu, seperti saudaramu. Kau mencintai kuda itu sepenuh hati. Namun, suatu ketika datang orang yang ingin membelinya dengan harga yang fantastis. Hatimu goyah, dan kau pun menjualnya. Cintamu tidak sepenuh hati, karena kau rela menjual cinta. Kau mencintai kuda, karena kegagahannya membuatmu bangga dan selalu senang ketika menungganginya. Namun, ketika datang harta yang lebih memberikan kesenangan, kau berpaling. Kau cinta karena kau mengharapkan sesuatu dari yang kau cintai. Kau cinta kudamu, karena mengharapkan kegagahan. Cintamu berpaling kepada harta, karena kau mengharapkan kekayaan. Ketika keadaan berubah, berubah pula cintamu. Kau sudah punya istri. Begitu besar cintamu kepadanya. Bahkan kau bilang, dia adalah pasangan sayapmu. Tak mampu kau terbang jika pasangan sayapmu sakit. Cintamu cinta sejati, sehidup semati. Namun, ketika kekasihmu sedang tak enak hati yang keseratus kali, kau enggan menghiburnya, kau biarkan dia dengan nestapanya karena sudah biasa. Ketika dia sakit yang ke lima puluh kali, perhatianmu pun berkurang, tidak seperti ketika pertama kali kau bersamanya. Ketika dia berbuat salah yang ke sepuluh kali, kau pun menjadi mudah marah dan kesal. Tidak seperti pertama kali kau melihatnya, kau begitu pemaaf. Dan kelak ketika dia sudah keriput kulitnya, akan kan kau cari pengganti dengan alasan dia tak mampu mendukung perjuanganmu lagi? Kalau begitu, maka cintamu cinta berpengharapan. Kau mencintainya, karena dia memberi kebahagiaan kepadamu. Kau mencintainya, karena dia mampu mendukungmu. Ketika semua berubah, berubah pula cintamu. Kau punya sahabat. Begitu sayangnya kau kepadanya. Sejak kecil kau bermain bersamanya, dan hingga dewasa kau dan dia masih saling membantu, melebihi saudara. Kau pun menyatakan bahwa dia sahabat sejatimu. Begitu besar sayangmu kepadanya, tak bisa digantikan oleh harta. Namun suatu ketika dia mengambil jalan hidup yang berbeda dengan keyakinanmu. Setengah mati kau berusaha menahannya. Namun dia terus melangkah, karena dia yakin itulah jalannya. Akhirnya, bekal keyakinan dan imanmu menyatakan bahwa dia bukan sahabatmu, bukan saudaramu lagi. Dan perjalanan kalian sampai di situ. Kau mencintainya, karena dia mencintaimu, sejalan denganmu. Kau mendukungnya, mendoakannya, membelanya, mengunjunginya, karena dia seiman denganmu. Namun ketika dia berubah keyakinan, hilang sudah cintamu. Cintamu telah berubah. Kau memegang teguh agamamu. Begitu besar cintamu kepada jalanmu. Kau beri makan fakir miskin, kau tolong anak yatim, tak pernah kau tinggalkan ibadahmu, dengan harapan kelak kau bisa bertemu Tuhanmu. Namun, suatu ketika orang lain menghina nabimu, dan kau pun marah dan membakar tanpa ampun. Apakah kau lupa bahwa jalanmu mengajak untuk mengutamakan cinta dan maaf? Dan jangankan orang lain yang menghina agamamu, saudaramu yang berbeda pemahaman saja engkau kafirkan, engkau jauhi, dan engkau halalkan darahnya. Bukankah Tuhanmu saja tetap cinta kepada makhlukNya yang seperti ini, meskipun mereka bersujud atau menghinaNya? Kau cinta kepada agamamu, tapi kau persepsikan cinta yang diajarkan oleh Tuhanmu dengan caramu sendiri. Anakku, selama kau begitu kuat terikat kepada sesuatu dan memfokuskan cintamu pada sesuatu itu, selama itu pula kau tidak akan menemukan True Love. Cintamu adalah Selfish Love, cinta yang mengharapkan, cinta karena menguntungkanmu. Cinta yang akan luntur ketika sesuatu yang kau cintai itu berubah. Dengan cinta seperti ini kau ibaratnya sedang mengaspal jalan. Kau tebarkan pasir di atas sebuah jalan untuk meninggikannya. Lalu kau keraskan dan kau lapisi atasnya dengan aspal. Pada awalnya tampak bagus, kuat, dan nyaman dilewati. Setiap hari kendaraan lewat di atasnya. Dan musim pun berubah, ketika hujan turun dengan derasnya, dan truk-truk besar melintasinya. Lapisannya mengelupas, dan lama-lama tampak lah lobang di atas jalan itu. Cinta yang bukan True Love, adalah cinta yang seperti ini, yang akan berubah ketika sesuatu yang kau cintai itu berubah. Kau harus memahami hal ini, anakku. *** Sekarang lihatlah, bagaimana Tuhanmu memberikan cintaNya. Dia mencintai setiap yang hidup, dengan cinta (rahman) yang sama, tidak membeda-bedakan. Manusia yang menyembahNya dan manusia yang menghinNya, semua diberiNya kehidupan. KekuasaanNya ada di setiap yang hidup. Dia tidak meninggalkan makhlukNya, hanya karena si makhluk tidak lagi percaya kepadanya. Jika Dia hanya mencintai mereka yang menyembahNya saja, maka Dia namanya pilih kasih, Dia memberi cinta yang berharap, mencintai karena disembah. Dia tidak begitu, dia tetap mencintai setiap ciptaanNya. Itulah True Love. Cinta yang tak pernah berubah, walau yang dicintai berubah. Itulah cinta kepunyaan Tuhan. Anakku, kau harus menyematkan cinta sejati ini dalam dirimu. Tanam bibitnya, pupuk agar subur, dan tebarkan bunga dan buahnya ke alam di sekitarmu. Dan kau perlu tahu, anakku. Selama kau memfokuskan cintamu pada yang kau cintai, maka selama itu pula kau tak akan pernah bisa memiliki cinta sejati, True Love. Cinta sejati hanya kau rasakan, ketika kau melihat Dia dalam titik pusat setiap yang kau cintai. Ketika kau mencintai istrimu, bukan kecantikan dan kebaikan istrimu itu yang kau lihat, tapi yang kau lihat “Oh my God! Ini ciptaanMu, sungguh cantiknya. Ini kebaikanMu yang kau sematkan dalam dirinya.” Ketika kau lihat saudaramu entah yang sejalan maupun yang berseberangan, kau lihat pancaran CahayaNya dalam diri mereka, yang tersembunyi dalam misteri jiwanya. Kau harus bisa melihat Dia, dalam setiap yang kau cintai, setiap yang kau lihat. Ketika kau melihat makanan, kau bilang “Ya Allah, ini makanan dariMu. Sungguh luar biasa!” Ketika kau melihat seekor kucing yang buruk rupa, kau melihat kehidupanNya yang mewujud dalam diri kucing itu. Ketika kau mengikuti sebuah ajaran, kau lihat Dia yang berada dibalik ajaran itu, bukan ajaran itu yang berubah jadi berhalamu. Ketika kau melihat keyakinan lain, kau lihat Dia yang menciptakan keyakinan itu, dengan segala rahasia dan maksud yang kau belum mengerti. Ketika kau bisa melihat Dia, kemanapun wajahmu memandang, saat itulah kau akan memancarkan cinta sejati kepada alam semesta. Cintamu tidak terikat dan terfokus pada yang kau pegang. Cintamu tak tertipu oleh baju filosofi, agama, istri, dan harta benda yang kau cintai. Cintamu langsung melihat titik pusat dari segala filosofi, agama, istri, dan harta benda, dimana Dia berada di titik pusat itu. Cintamu langsung melihat Dia. Dan hanya Dia yang bisa memandang Dia. Kau harus memahami ini, anakku. Maka, dalam dirimu hanya ada Dia, hanya ada pancaran cahayaNya. Dirimu harus seperti bunga mawar yang merekah. Karena hanya saat mawar merekah lah akan tampak kehindahan di dalamnya, dan tersebar bau wangi ke sekitarnya. Mawar yang tertutup, yang masih kuncup, ibarat cahaya yang masih tertutup oleh lapisan-lapisan jiwa. Apalagi mawar yang masih berupa batang, semakin jauh dari terpancarnya cahaya. Bukalah hatimu, mekarkan mawarmu. Anakku, hanya jiwa yang telah berserah diri saja lah yang akan memancarkan cahayaNya. Sedangkan jiwa yang masih terlalu erat memegang segala yang dicintainya, akan menutup cahaya itu dengan berhala filosofi, agama, istri, dan harta benda. Lihat kembali, anakku, akan pengakuanmu bahwa kau telah berserah diri. Lihat baik-baik, teliti dengan seksama, apakah pengakuan itu hanya pengakuan sepihak darimu? Apakah Dia membernarkan pengakuanmu? Ketika kau bilang “Allahu Akbar,” apakah kau benar-benar sudah bisa melihat keakbaran Dia dalam setiap yang kau lihat? Jika kau masih erat mencintai berhala-berhalamu, maka sesungguhnya jalanmu menuju keberserahdirian masih panjang. Jalanmu menuju keber-Islam-an masih di depan. Kau masih harus membuka kebun bunga mawar yang terkunci rapat dalam hatimu. Dan hanya Dia-lah yang memegang kunci kebun itu. Mintalah kepadaNya untuk membukanya. Lalu, masuklah ke dalam taman mawarmu. Bersihkan rumput-rumput liar di sana, gemburkan tanah, sirami batang mawar, halau jauh-jauh ulat yang memakan daunnya. Kemudian, bersabarlah, bersyukurlah, dan bertawakkallah. InsyaAllah, suatu saat, jika kau melakukan ini semua, mawar itu akan berbunga, lalu merekah menyebarkan bau harum ke penjuru istana.

Semoga Allah membimbingmu, anakku.  ( http://ismailfahmi.org/)

Read Full Post »

Gangguan Perut

Saya mau share sedikit, saya kena penyakit yg cukup langka, nama penyakitnya Colitis Ulcerative . Ini adalah penyakit perut yg cukup parah, dimana saya sering merasa perut kembung dan pengen buang angin. Tapi sewaktu pengen buang angin kotorannya keluar juga. (Buang Air Besar juga). Sudah begitu, ada darahnya lagi, darahnya buanyak lagi. Saking seringnya saya BAB darah, HB saya menjadi sangat rendah sekali. Saya pun sempat pingsan beberapa kali.  

Saya di diagnosa penyakit ini di negeri Belanda (melalui endoscopy), yg katanya dokternya hebat2. Mereka malah gak tahu obatnya, saya malah dikasih obat paling ampuh dan sekaligus paling berbahaya di dunia yaitu: Prednison atou Osbason atau yg ada son-son nya lah. Ini memang obat paling ampuh di dunia. Para dokter bilang ini obat anti alergi. Semua penyakit sembuh kalo minum obat ini. Tapi obat ini hanya bekerja selama beberapa jam, setelah itu anda sakit lagi. Kalo obat ini anda minum terus menerus efek samping nya buanyak bangeeeeeeeeeeeeeet . 

Setelah saya pulang ke Indonesia saya sakit lagi. Semua dokter di Indonesia gak ada yg tahu obatnya. (Semua dokter di dunia kali gak tahu obatnya).   Terus saya ketemu some one spesial yg biasa hidup di kampung. Dia kasih tahu obatnya, dan gampang lagi. Ini diagnosa saya sementara. Semua penyakit perut disebabkan oleh be rkurangnya lapisan pelindung usus dan lambung. Sehingga asam yg di produksi oleh tubuh kita langsung mengenai usus dan lambung kita, akibatnya perut kita sakit ato kita merasa kembung. Pada beberapa kasus, bahkan terjadi pendarahan hebat pada usus dan lambung. Sehingga banyak orang bilang ususnya luka atau ususnya bolong. Padalah usus memiliki kemampuan recovery yg sangat hebat. (Inilah kekuasaan Allah).  

Obatnya gampang saja:

  1. Ambil segelas air putih biasa (tidak dingin dan tidak juga panas)

  2. Masukkan 3 sendok makan Tepung SAGU.

  3. (Optional / boleh tidak, boleh juga iya) Masukkan gula jawa ( Sesuai Selera)

  4. (Optional / boleh tidak, boleh juga iya) Masukkan garam sesuai selera, untuk penyedap saja.

  5. Minum deh.  (Simpel Buangeeeeeeeeet ya)   Jangan di campur apa2 dulu, karena saya khawatir campuran lainnya bisa menyebabkan iritasi pada lambung dan usus. Setelah meminum resep ini di jamin semua gangguan perut yg ada di dunia ini hilang. Perut terasa lega dan bisa buang angin dengan tenang, tanpa was-was akan keluar kotorannya juga 🙂 Hal ini disebabkan karena SAGU yg kita minum mampu melindungi usus dan lambung kita dari asam lambung yg berasal dari tubuh kita sendiri.  

Penyakit yg mungkin bisa disembuhkan dengan ramuan ini :

  1. Perut Kembung (orang bilang kena angin duduk)
  2. Mencret
  3. Buang Air Besar dengan darah.
  4. Muntah2 5. Semua gangguan perut.  

Setahu saya banyak orang yg meninggal karena penyakit yg gejalanya mirip dengan penyakit saya. Saya jg tahu kebanyakan orang frustasi karena sudah berobat ke banyak dokter tapi tidak sembuh2.  Kalo ada di antara anggota milis yg sudah mencoba resep saya dan ternyata sembuh, tolong kirim email ke milis ini ya. Supaya makin banyak orang yg tahu. Dengan demikian makin banyak orang yg bisa diselamatkan dan di sembuhkan. Saya jg sudah mengirim saran saya ke beberapa milis berbahasa asing, tapi mereka kebanyakan menganggap remeh dan tidak mau mencoba.

From:     “Nuky Hermawanty” , Date:     Mon, February 5, 2007 6:46 am  

Read Full Post »

Dari postingan di milist kantor, setelah saya baca ternyata cukup untuk bahan renungan dalam kehidupan kita, untuk itu saya share di blog ini…………………………………. 

Ketika Pak Heru, atasan saya, memerintahkan untuk mencari klien yang bergerak di bidang interior,  seketika pikiran saya sampai kepada Pak Azis.

Meskipun  hati masih meraba-raba, apa mungkin Pak Azis mampu membuat kios internet, dalam bentuk serupa dengan anjungan tunai mandiri dan dari kayu pula, dengan  segera saya menuju ke bengkel workshop Pak Azis.

Setelah beberapa kali keliru masuk jalan, akhirnya saya menemukan bengkel Pak Azis, yang kini ternyata  sudah didampingi sebuah masjid.

Pak Azispun tampak awet muda, sama  seperti dulu, hanya pakaiannya yang sedikit berubah. Kali ini dia selalu memakai kopiah putih. Rautnya cerah, fresh, memancarkan kesan tenang  dan lebih santai. Beungeut wudhu-an

(wajah sering wudhu), kata orang sunda. Selalu bercahaya. Hidayah Allah ternyata telah sampai sejak lama, jauh sebelum Pak Azis berkecimpung dalam berbagai dinamika  kegiatan Islam.

Hidayah itu bermula dari peristiwa  angin puting-beliung, yang tiba-tiba menyapu seluruh  atap bengkel workshop-nya, pada suatu malam kira-kira
lima tahun silam. “Atap rumah saya tertiup angin sampai tak tersisa satupun.

Terbuka semua.” cerita Pak Azis. “Padahal nggak ada hujan, nggak ada tanda-tanda bakal ada angin besar. Angin berpusar itupun cuma sebentar saja.”

Batin Pak Azis bergolak setelah peristiwa itu. Walau uang dan pekerjaan masih terus mengalir kepadanya, Pak  Azis tetap merasa gelisah, stres & selalu tidak  tenang. “Seperti orang patah hati, Ndra. Makan tidak enak, tidur juga susah.” cerita Pak Azis lagi.

Lama-kelamaan Pak Azis menjadi tidak betah tinggal di rumah dan stres. Padahal, sebelum kejadian angin  puting-beliung yang anehnya hanya mengenai bengkel  workshop merangkap rumahnya saja, Pak Azis merasa hidupnya sudah sempurna. Dari desainer grafis hingga jadi arsitek.

Dengan keserbabisaannya itu, pak  Azis merasa puas dan bangga, karena punya penghasilan tinggi. Tapi  setelah peristiwa angin puting-beliung itu, pak Azis kembali bangkrut, beliau bertanya dalam hati : “apa sih yang kurang?  apa salahku ?”

Akhirnya pak Azis menekuni ibadah secara mendalam “Seperti musafir atau walisongo, saya mendatangi masjid-masjid di malam hari. Semua masjid besar dan beberapa masjid di pelosok
Bandung ini, sudah pernah saya inapi.”

Setahun lebih cara tersebut  ia jalani, sampai kemudian akhirnya saya bisa tidur normal, bisa menikmati pekerjaan dan keseharian seperti sediakala. “Bahkan lebih tenang dan santai daripada sebelumnya.” “Lebih tenang ? Memang Pak Azis dapet hikmah apa dari tidur di masjid itu ?”

“Di masjid itu ‘
kan tidak sekedar tidur, Ndra. Kalau ada shalat malam, kita dibangunkan, lalu pergi wudhu  dan tahajjud. Karena terbiasa, tahajjud juga jadi  terasa enak. Malah nggak enak kalau tidak shalat malam, dan shalat-shalat wajib yang
lima itu jadi  kurang enaknya, kalau saya lalaikan. Begitu, Ndra.”

“Sekarang tidak pernah terlambat atau bolong shalat-nya, Pak Azis ?”

“Alhamdulillah. Sekarang ini saya menganggap bhw yg utama  itu adalah shalat. Jadi, saya dan temen-temen menganggap kerja itu cuma sekedar selingan aja.”

“Selingan ?”

“Ya, selingan yang berguna. Untuk menunggu kewajiban shalat, Ndra.”

Untuk beberapa lama saya terdiam, sampai kemudian adzan ashar mengalun jelas dari masjid samping rumah  Pak Azis. Pak Azis mengajak saya untuk segera pergi  mengambil air wudhu, dan saya lihat para pekerjanyapun sudah pada pergi ke samping rumah, menuju masjid. Bengkel workshop itu menjadi lengang seketika.

Sambil memandang seluruh ruangan bengkel, sambil berjalan  menuju masjid di samping workshop, terus terngiang-ngiang di benak saya : “Kerja itu cuma selingan, Ndra. Untuk menunggu waktu shalat…”

Sepulangnya dari tempat workshop, sambil memandang sibuknya lalu lintas di jalan raya, saya merenungi apa  yang tadi dikatakan oleh Pak Azis. Sungguh trenyuh  saya, bahwa setelah perenungan itu, saya merasa sebagai orang yang sering berlaku sebaliknya. Ya, saya  lebih sering menganggap shalat sebagai waktu rehat,  cuma selingan, malah saya cenderung lebih mementingkan pekerjaan kantor.

Padahal sholat yang akan bantu kita nantinya…(sungguh saya orang yang merugi..)

Kadang-kadang waktu shalat  dilalaikan sebab pekerjaan belum selesai, atau rapat dengan klien dirasakan tanggung untuk diakhiri. Itulah penyebab dari kegersangan hidup saya selama ini. Saya lebih semangat dan habis-habisan berjuang  meraih dunia, daripada mempersiapkan bekal terbaik  untuk kehidupan kekal di akhirat nanti.padahal dunia ini akan saya tinggalkan..juga ……….kenapa saya begitu bodoh?!.

Saya lupa,  bahwa shalat adalah yang utama. Mulai saat itu saya berjanji untuk mulai shalat di awal waktu.

Read Full Post »

Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, Hasan (bukan nama sebenarnya), mengajak ibunya untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.

Sarah (juga bukan nama sebenarnya), sang Ibu, tentu senang dengan ajakan anaknya itu. Sebagai muslim yang mampu secara materi, mereka memang berkewajiban menunaikan ibadah Haji.

Segala perlengkapan sudah disiapkan. Singkatnya ibu anak-anak ini akhirnya berangkat ke tanah suci. Kondisi keduanya sehat wal afiat, tak kurang satu apapun. Tiba harinya mereka melakukan thawaf dengan hati dan niat ikhlas menyeru panggilan Allah, Tuhan Semesta Alam. “Labaik allahuma labaik, aku datang memenuhi seruanMu ya Allah”.

Hasan menggandeng ibunya dan berbisik, “Ummi undzur ila Ka’bah (Bu, lihatlah Ka’bah).” Hasan menunjuk kepada bangunan empat persegi berwarna hitam itu. Ibunya yang berjalan di sisi anaknya tak beraksi, ia terdiam. Perempuan itu sama sekali tidak melihat apa yang ditunjukkan oleh anaknya.

Hasan kembali membisiki ibunya. Ia tampak bingung melihat raut wajah ibunya. Di wajah ibunya tampak kebingungan. Ibunya sendiri tak mengerti mengapa ia tak bisa melihat apapun selain kegelapan. beberapakali ia mengusap-usap matanya, tetapi kembali yang tampak hanyalah kegelapan.

Padahal, tak ada masalah dengan kesehatan matanya. Beberapa menit yang lalu ia masih melihat segalanya dengan jelas, tapi mengapa memasuki Masjidil Haram segalanya menjadi gelap gulita. Tujuh kali Haji Anak yang sholeh itu bersimpuh di hadapan Allah. Ia shalat memohon ampunan-Nya. Hati Hasan begitu sedih. Siapapun yang datang ke Baitullah, mengharap rahmatNYA. Terasa hampa menjadi tamu Allah, tanpa menyaksikan segala kebesaran-Nya, tanpa merasakan kuasa-Nya dan juga rahmat-Nya.

Hasan tidak berkecil hati, mungkin dengan ibadah dan taubatnya yang sungguh-sungguh, Ibundanya akan dapat merasakan anugrah-Nya, dengan menatap Ka’bah, kelak. Anak yang saleh itu berniat akan kmebali membawa ibunya berhaji tahun depan. Ternyata nasib baik belum berpihak kepadanya.

Tahun berikutnya kejadian serupa terulang lagi. Ibunya kembali dibutakan di dekat Ka’bah, sehingga tak dapat menyaksikan bangunan yang merupakan symbol persatuan umat Islam itu. Wanita itu tidak bisa melihat Ka’bah.

Hasan tidak patah arang. Ia kembali membawa ibunya ke tanah suci tahun berikutnya.

Anehnya, ibunya tetap saja tak dapat melihat Ka’bah. Setiap berada di Masjidil Haram, yang tampak di matanya hanyalah gelap dan gelap. Begitulah keganjilan yang terjadi pada diri Sarah. hingga kejadian itu berulang sampai tujuh kali menunaikan ibadah haji.

Hasan tak habis pikir, ia tak mengerti, apa yang menyebabkan ibunya menjadi buta di depan Ka’bah. Padahal, setiap berada jauh dari Ka’bah, penglihatannya selalu normal. Ia bertanya-tanya, apakah ibunya punya kesalahan sehingga mendapat azab dari Allah SWT ?. Apa yang telah diperbuat ibunya, sehingga mendapat musibah seperti itu ? Segala pertanyaan berkecamuk dalam dirinya. Akhirnya diputuskannya untuk mencari seorang alim ulama, yang dapat membantu permasalahannya.

Beberapa saat kemudian ia mendengar ada seorang ulama yang terkenal karena kesholehannya dan kebaikannya di Abu Dhabi (Uni Emirat). Tanpa kesulitan berarti, Hasan dapat bertemu dengan ulama yang dimaksud.

Ia pun mengutarakan masalah kepada ulama yang saleh ini. Ulama itu mendengarkan dengan seksama, kemudian meminta agar Ibu dari hasan mau menelponnya. anak yang berbakti ini pun pulang. Setibanya di tanah kelahirannya, ia meminta ibunya untuk menghubungi ulama di Abu Dhabi tersebut. Beruntung, sang Ibu mau memenuhi permintaan anaknya. Ia pun mau menelpon ulama itu, dan menceritakan kembali peristiwa yang dialaminya di tanah suci. Ulama itu kemudian meminta Sarah introspeksi, mengingat kembali, mungkin ada perbuatan atau peristiwa yang terjadi padanya di masa lalu, sehingga ia tidak mendapat rahmat Allah. Sarah diminta untuk bersikap terbuka, mengatakan dengan jujur, apa yang telah dilakukannya.

“Anda harus berterus terang kepada saya, karena masalah Anda bukan masalah sepele,” kata ulama itu pada Sarah.

Sarah terdiam sejenak. Kemudian ia meminta waktu untuk memikirkannya. Tujuh hari berlalu, akan tetapi ulama itu tidak mendapat kabar dari Sarah. Pada minggu kedua setelah percakapan pertama mereka, akhirnya Sarah menelpon. “Ustad, waktu masih muda, saya bekerja sebagai perawat di rumah sakit,” cerita Sarah akhirnya. “Oh, bagus…..Pekerjaan perawat adalah pekerjaan mulia,” potong ulama itu. “Tapi saya mencari uang sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara, tidak peduli, apakah cara saya itu halal atau haram,” ungkapnya terus terang. Ulama itu terperangah. Ia tidak menyangka wanita itu akan berkata demikian.

“Disana….” sambung Sarah, “Saya sering kali menukar bayi, karena tidak semua ibu senang dengan bayi yang telah dilahirkan. Kalau ada yang menginginkan anak laki-laki, padahal bayi yang dilahirkannya perempuan, dengan imbalan uang, saya tukar bayi-bayi itu sesuai dengan keinginan mereka.”

Ulama tersebut amat terkejut mendengar penjelasan Sarah.
“Astagfirullah……” betapa tega wanita itu menyakiti hati para ibu yang diberi amanah Allah untuk melahirkan anak. bayangkan, betapa banyak keluarga yang telah dirusaknya, sehingga tidak jelas nasabnya.

Apakah Sarah tidak tahu, bahwa dalam Islam menjaga nasab atau keturunan sangat penting.

Jika seorang bayi ditukar, tentu nasabnya menjadi tidak jelas. Padahal, nasab ini sangat menentukan dala perkawinan, terutama dalam masalah mahram atau muhrim, yaitu orang-orang yang tidak boleh dinikahi.

“Cuma itu yang saya lakukan,” ucap Sarah.
“Cuma itu ? tanya ulama terperangah. “Tahukah anda bahwa perbuatan Anda itu dosa yang luar biasa, betapa banyak keluarga yang sudah Anda hancurkan !”. ucap ulama dengan nada tinggi.

“Lalu apa lagi yang Anda kerjakan ?” tanya ulama itu lagi sedikit kesal.
“Di rumah sakit, saya juga melakukan tugas memandikan orang mati.”
“Oh bagus, itu juga pekerjaan mulia,” kata ulama.

“Ya, tapi saya memandikan orang mati karena ada kerja sama dengan tukang sihir.”
“Maksudnya ?”. tanya ulama tidak mengerti.

“Setiap saya bermaksud menyengsarakan orang, baik membuatnya mati atau sakit, segala perkakas sihir itu sesuai dengan syaratnya, harus dipendam di dalam tanah. Akan tetapi saya tidak menguburnya di dalam tanah, melainkan saya masukkan benda-benda itu ke dalam mulut orang yang mati.”

“Suatu kali, pernah seorang alim meninggal dunia. Seperti biasa, saya memasukkan berbagai barang-barang tenung seperti jarum, benang dan lain-lain ke dalam mulutnya. Entah mengapa benda-benda itu seperti terpental, tidak mau masuk, walaupun saya sudah menekannya dalam-dalam. Benda-benda itu selalu kembali keluar. Saya coba lagi begitu seterusnya berulang-ulang. Akhirnya, emosi saya memuncak, saya masukkan benda itu dan saya jahit mulutnya. Cuma itu dosa yang saya lakukan.”

Mendengar penuturan Sarah yang datar dan tanpa rasa dosa, ulama itu berteriak marah.

“Cuma itu yang kamu lakukan ? Masya Allah….!!! Saya tidak bisa bantu anda. Saya angkat tangan”.

Ulama itu amat sangat terkejutnya mengetahui perbuatan Sarah. Tidak pernah terbayang dalam hidupnya ada seorang manusia, apalagi ia adalah wanita, yang memiliki nurani begitu tega, begitu keji. Tidak pernah terjadi dalam hidupnya, ada wanita yang melakukan perbuatan sekeji itu.

Akhirnya ulama itu berkata, “Anda harus memohon ampun kepada Allah, karena hanya Dialah yang bisa mengampuni dosa Anda.”

Bumi menolaknya. Setelah beberapa lama, sekitar tujuh hari kemudian ulama tidak mendengar kabar selanjutnya dari Sarah. Akhirnya ia mencari tahu dengan menghubunginya melalui telepon. Ia berharap Sarah t elah bertobat atas segala yang telah diperbuatnya. Ia berharap Allah akan mengampuni dosa Sarah, sehingga Rahmat Allah datang kepadanya. Karena tak juga memperoleh kabar, ulama itu menghubungi keluarga Hasan di mesir. Kebetulan yang menerima telepon adalah Hasan sendiri. Ulama menanyakan kabar Sarah, ternyata kabar duka yang diterima ulama itu.

“Ummi sudah meninggal dua hari setelah menelpon ustad,” ujar Hasan.

Ulama itu terkejut mendengar kabar tersebut.

“Bagaimana ibumu meninggal, Hasan ?”. tanya ulama itu.

Hasanpun akhirnya bercerita : Setelah menelpon sang ulama, dua hari kemudian ibunya jatuh sakit dan meninggal dunia. Yang mengejutkan adalah peristiwa penguburan Sarah. Ketika tanah sudah digali, untuk kemudian dimasukkan jenazah atas ijin Allah, tanah itu rapat kembali, tertutup dan mengeras. Para penggali mencari lokasi lain untuk digali. Peristiwa itu terulang kembali. Tanah yang sudah digali kembali menyempit dan tertutup rapat. Peristiwa itu berlangsung begitu cepat, sehingga tidak seorangpun pengantar jenazah yang menyadari bahwa tanah itu kembali rapat. Peristiwa itu terjadi berulang-ulang. Para pengantar yang menyaksikan peristiwa itu merasa ngeri dan merasakan sesuatu yang aneh terjadi. Mereka yakin, kejadian tersebut pastilah berkaitan dengan perbuatan si mayit.

Waktu terus berlalu, para penggali kubur putus asa dan kecapaian karena pekerjaan mereka tak juga usai. Siangpun berlalu, petang menjelang, bahkan sampai hampir maghrib, tidak ada satupun lubang yang berhasil digali. Mereka akhirnya pasrah, dan beranjak pulang. Jenazah itu dibiarkan saja tergeletak di hamparan tanah kering kerontang.

Sebagai anak yang begitu sayang dan hormat kepada ibunya, Hasan tidak tega meninggalkan jenazah orang tuanya ditempat itu tanpa dikubur. Kalaupun dibawa pulang, rasanya tidak mungkin. Hasan termenung di tanah perkuburan seorang diri.

Dengan ijin Allah, tiba-tiba berdiri seorang laki-laki yang berpakaian hitam panjang, seperti pakaian khusus orang Mesir. Lelaki itu tidak tampak wajahnya, karena terhalang tutup kepalanya yang menjorok ke depan. Laki-laki itu mendekati Hasan kemudian berkata padanya,” Biar aku tangani jenazah ibumu, pulanglah!”. kata orang itu.

Hasan lega mendengar bantuan orang tersebut, Ia berharap laki-laki itu akan menunggu jenazah ibunya. Syukur-syukur mau menggali lubang untuk kemudian mengebumikan ibunya.

“Aku minta supaya kau jangan menengok ke belekang, sampai tiba di rumahmu, “pesan lelaki itu.

Hasan mengangguk, kemudian ia meninggalkan pemakaman. Belum sempat ia di luar lokasi pemakaman, terbersit keinginannya untuk mengetahui apa yang terjadi dengan kenazah ibunya.

Sedetik kemudian ia menengok ke belakang. Betapa pucat wajah Hasan, melihat jenazah ibunya sudah dililit api, kemudian api itu menyelimuti seluruh tubuh ibunya. Belum habis rasa herannya, sedetik kemudian dari arah yang berlawanan, api menerpa wajah Hasan. Hasan ketakutan. Dengan langka h seribu, ia pun bergegas meninggalkan tempat itu.

Demikian yang diceritakan Hasan kepada ulama itu. Hasan juga mengaku, bahwa separuh wajahnya yang tertampar api itu kini berbekas kehitaman karena terbakar. Ulama itu mendengarkan dengan seksama semua cerita yang diungkapkan Hasan. Ia menyarankan, agar Hasan segera beribadah dengan khusyuk dan meminta ampun atas segala perbuatan atau dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh ibunya. Akan tetapi, ulama itu tidak menceritakan kepada Hasan, apa yang telah diceritakan oleh ibunya kepada ulama itu.

Ulama itu meyakinkan Hasan, bahwa apabila anak yang soleh itu memohon ampun dengan sungguh-sungguh, maka bekas luka di pipinya dengan ijin Allah akan hilang. Benar saja, tak berapa lama kemudian Hasan kembali mengabari ulama itu, bahwa lukanya yang dulu amat terasa sakit dan panas luar biasa, semakin hari bekas kehitaman hilang. Tanpa tahu apa yang telah dilakukan ibunya selama hidup, Hasan tetap mendoakan ibunya. Ia berharap, apapun perbuatan dosa yang telah dilakukan oleh ibunya, akan diampuni oleh Allah SWT.

http://tausyiah275.blogsome.com/2006/03/04/kisah-nyatatujuh-kali-naik-haji-tidak-bisa-melihat-kabah/

Read Full Post »